KPKM RI Duga Ada Ketidakwajaran dalam Pengelolaan Konsumsi dan Layanan Jasa di Lapas Kelas II A Pematangsiantar
Pematangsiantar, 11 November 2025 —
Kongres Pemberantasan Korupsi Manipulatif Rakyat Indonesia (KPKM RI) menduga adanya indikasi ketidakwajaran dalam pengelolaan anggaran konsumsi dan langganan daya serta jasa di Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Pematangsiantar.
Dugaan ini muncul setelah KPKM RI melakukan pemantauan lapangan dan menerima sejumlah informasi terkait pelaksanaan kegiatan pengadaan bahan makanan serta pemanfaatan fasilitas layanan listrik dan jaringan di lingkungan Lapas.
Ketua Umum KPKM RI, Hunter Samosir, menjelaskan bahwa pihaknya telah mengirimkan surat klarifikasi resmi bernomor 042/KPKM-RI/X/2025 kepada Kepala Lapas Kelas II A Pematangsiantar. Namun hingga kini, belum ada tanggapan tertulis dari pihak Lapas.
“Kami menemukan sejumlah indikasi ketidakwajaran, terutama terkait pola konsumsi warga binaan yang tidak sesuai dengan pedoman Permenkumham Nomor 40 Tahun 2007. Menu yang didominasi tahu, tempe, dan telur menimbulkan pertanyaan soal kesesuaian dengan standar gizi yang ditetapkan pemerintah,” ujar Hunter Samosir.
Selain itu, berdasarkan informasi yang dihimpun, warga binaan yang menjalani persidangan diduga tidak mendapatkan jatah makan siang karena anggaran makan tahanan dari kerja sama dengan Pengadilan Negeri Pematangsiantar telah habis sebelum akhir tahun.
Data menunjukkan, hingga Agustus 2025 sudah tercatat 1.250 kali persidangan, dan jumlah tersebut belum termasuk persidangan di Pengadilan Negeri Kabupaten Simalungun.
Dalam aspek pelayanan jasa, KPKM RI juga menemukan adanya aktivitas warung telekomunikasi (wartel) di dalam Lapas yang mengenakan tarif bervariasi mulai Rp5.000 per 10 menit bagi warga binaan. Kondisi ini dinilai perlu diawasi agar tidak menimbulkan potensi penyimpangan keuangan.
“KPKM RI tidak menuduh, namun melihat adanya indikasi bahwa tata kelola anggaran di Lapas perlu diaudit dan diawasi lebih ketat. Setiap rupiah dari anggaran publik harus dapat dipertanggungjawabkan,” tegas Hunter.
KPKM RI menegaskan bahwa dugaan tersebut akan ditindaklanjuti dengan permintaan klarifikasi lanjutan dan pelaporan hasil pengawasan ke instansi terkait, termasuk Kementerian Hukum dan HAM RI, Inspektorat Jenderal, dan Aparat Penegak Hukum jika ditemukan pelanggaran yang terverifikasi.
“Kami mendesak pihak Lapas untuk terbuka kepada publik dan memastikan pengelolaan anggaran konsumsi serta layanan operasional sesuai dengan prinsip transparansi dan akuntabilitas sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2003 dan Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 jo. UU Nomor 20 Tahun 2001,” pungkasnya.
Redaksi


